Minggu, 16 September 2012

makalah hukum adat minangkabau


FUNGSI DAN PERANAN PENGHULU DALAM KEPEMIMPINAN ADAT di MINANGKABAU

Tema : “Kedudukan Penghulu”
Dosen pembimbing :
YANSALZISATRY, SH, MH


Tugas ini dibuat dalam rangka Tugas Akhir mata kuliah Hukum adat Minangkabau.
D
I
S
U
S
U
N
 Oleh :
EKA PERIAMAN ZAI
0810012111017

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BUNG HATTA
PADANG,
TA.2010/2011

BAB I
LATAR BELAKANG

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia. Jika dilihat dari masyarakatnya sendiri, indonesia juga terdiri dari aneka ragam suku yang dimana semuanya itu merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Mulai dari sabang sampai merauke, setiap masyarakat mempunyai aneka ragam budaya dan adat istiadat yang berbeda-beda satu dengan yang lain. Hal itu juga didukung dengan daerah atau letak geografis indonesia yang terdiri dari negara kepulauan (archipelago state) dan posisinya terletak diantara dua benua sehingga negara indonesia memiliki berbagai macam budaya dan kebiasaan serta adat istiadat. Namun keanekaragaman itu merupakan suatu kebanggaan dan ciri khas dari bangsa indonesia sendiri, dimana hal tersebut dinyatakan dalam semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yakni “Walaupun Berbeda-beda Tetapi satu Jua
Di indonesia sendiri dikenal tiga jenis masyarakat hukum dalam kerapatan adat yakni kerapatan adat sistem matrilineal yaitu sistem yang ditarik atau dilihat dari garis ibu (perempuan), sistem patrilineal yakni sistem garis keturunan yang dilihat atau ditarik dari garis ayah ( laki-laki) dan sistem parental yaitu  sistem garis keturunan yang ditarik atau dilihat dari garis ayah maupun ibu. Masyarakat hukum ini bersifat genealogis yaitu suatu kesatuan masyarakat yang teratur, dimana para anggotanya terikat pada satu garis keturaunan yang sama dari satu leluhur, baik secara langsung karena hubungan darah (keturunan) atau secara tidak langsung karena pertalian perkawinan atau pertalian adat.[1] Tetapi dalam hal ini yang penulis tinjau adalah sistem matrilineal sebagai contoh daerah Minangkabau yang menganut sistem matrilineal dimana dalam sistem kepemimpinan didaerah minangkabau dikenal adanya penghulu yang merupakan salah seorang pemimpin dalam kerapatan adat nagari dimana kedudukannya berada pada tingkatan suku.
Dalam organisasi kekerabatan adat minangkabau, pada dasarnya dikenal dengan empat tingkatan yakni :
1)      Serumah yang dipimpin oleh “mamak” rumah
2)      Jurai yang dipimpin oleh “mamak jurai
3)      Paruik yang dipimpin oleh “tungganai” atau mamak kepala waris
4)      Suku yang dipimpin oleh “penghulu” sendiri.
Dari keempat organisasi kekerabatan diatas, pemimpinnya adalah seorang laki-laki. Melihat hal demikian sudah jelas bagi kita semua bahwa walaupun minangkabau menganut sistem matrilineal tapi bukan matrianchaat.
Dalam sistem matrilinal dikenal adanya sistem bukan matrianchaat yakni walaupun perempuan adalah pemegang harta pusaka dan garis keturunan dalam keluarga namun dalam sistem kepemimpinan tetap dipimpin oleh seoarang laki-laki contohnya mamak kepala waris adalah laki-laki tertua dalam keluarga, mamak kepala jurai adalah seorang laki-laki tertua, tungganai dalam paruik dipimpin oleh laki-laki dan seorang penghulu dalam sebuah nagari dipimpin oleh seorang laki-laki. Hal ini menyatakan bahwa peranan laki-laki sangatlah besar dalam memimpin kerapatan adat minangkabau.
BAB II
RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimanakah kedudukan penghulu dalam kerapatan adat minangkabau ?
2.      Bagaimanakah fungsi dan peranan penghulu dalam kepemimpinan di Minangkabau ?
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1.      Kedudukan penghulu dalam kerapatan adat minangkabau.
Hukum adat pada umumnya bercorak tradisional artinya bersifat turun temurun, dari zaman nenek moyang sampai anak cucu sekarang keadaannya masih tetap berlaku dan diperintahkan oleh masyarakat bersangkutan. Contohnya di tanah adat minangkabau dimana hukum adatnya mempunyai corak bersifat kebersamaan (komunal) artinya ia lebih mengutamakan kepentingan bersama dimana kepentingan pribadi itu diliputi oleh kepentingan bersama. Hubungan antar anggota masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain didasarkan oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan, tolong menolong dan gotong royong.
Oleh karena itu hingga sekarang kita masih melihat adanya Rumah Gadang di minangkabau dan Tanah Pusaka yang tidak terbagi-bagi secara individual melainkan menjadi milik bersama untuk kepentingan bersama. Dalam hal ini disebut tanah Pusaka yang di kuasai oleh mamak yang dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan kemenakan.
 Sebagai kesatuan masyarakat minangkabau yang pada umumnya menganut agama islam dan masyarakat adatnya bersifat genealogis-matrilineal, yang merupakan kesatuan-kesatuan keluarga kecil yang disebut paruik sebagai bagian dari kesatuan suku atau kampuang (kampung) sebagai tempat kediaman. Dalam sebuah kampung terdiri dari beberapa paruik atau suku yang berbeda-beda. Sehingga ada kemungkinan kesatuan keluarga paruik dari satu kesatuan suku mendiami kampung yang berlainan. Kesatuan yang formal adalah Suku yang dipimpin oleh seorang penghulu suku dan kampung yang dipimpin oleh penghulu andiko atau datuek kampuang. Jadi sudah jelas bagi kita bahwa penghulu tersebut berkedudukan di dalam suku dan sekaligus menjadi pemimpin dalam sukunya.
Sako adalah gelar pusaka tinggi yang diterima secara turun temurun dalam suatu kaum yang sifatnya bertali darah menurut garis ibu. Contohnya : suatu kaum A didalam kampung persukuan piliang umpamanya mempunyai gelar pusaka datuak Bandaro Kayo, gelar datuak bandaro kayo ini adalah gelar pusaka kaum A.
            Secara turun temurun semenjak gelar itu dibuat dahulunya dinagari asal orang minangkabau yaitu Nagari Pariangan Padang Panjang, maka  gelar Bandaro Kayo dalam kaum persukuan piliang adalah gelar penghulu kaum yang bersangkutan. Penghulu dalam arti luas adalah pemimpin kaum keluarga dan masyarakat (Hakimy, 1979:9).
Pepatah adat yang berbunyi :
Biriak-biriak tabang Kasamak
Dari Samak Tabang Kehalaman
Patah Sayok Tabang Baranti
Tasuo Ditanah Bato
Dari Niniak Turun Ka Mamak
Dari Mamak Turun Ka Kamanakan
Pusako Lamo Baitu Juo
Artinya : gelar pusaka turun temurun, silih berganti dari nenek turun ka mamak, dari mamak turun lagi ke kemanakan, namun gelar pusako tetap seperti sedia kala yaitu tetap seperti gelar datuak Bandaro Kayo yang telah kita sebut diatas.
Dilihat dari sistem kepengurusan dalam pemerintahan adatnya dapat dibedakan dari dua keselarasan yaitu laras Bodicaniago dan laras Kotopiliang. Tata adat keselarasan bodi-caniago dihubungkan pada tokoh legendarisnya Datuek perpatih nan sabatang, yang menunjukkan corak kepribadian melayu yaitu pemerintahan demokrasi terbuka, dimana para penghulunya mementingkan musyawarah dan mufakat sesuai peribahasa “Duduk sama rendah berdiri sama tinggi”. Jadi kedudukan para penghulu andiko itu sejajar yang satu dngan yang lain dalam menetapkan keputusan.
Sedangkan menurut tata-adat keselarasan koto piliang yang dihubungkan dengan tokoh legendarisnya datuek katemanggungan yang agak dipengaruhi oleh adityawarman yang pernah menjadi mahamantri dimajapahit dan penegak kerajaan pagaruyung, menunjukkan corak yang otokrasi, atau demokrasi yang terkendali. Jadi kepenghuluan di laras koto-piliang tidak dipilih seperti di laras bodi-caniago, mereka tetap sebagai penghulu yang turun temurun menurut sub-klennya masing-masing. Para penghulu ini tunduk pada penghulu suku, dan para penghulu suku tunduk pada penghulu pucuak (pucuk nagari) atau dalam pepatah minang sering di sebut dengan “berjenjang naik bertangga turun”. Sehingga di minangkabau ada empat macam nama suku induk yang disebut yakni :
1)      Bodi
2)      Caniago
3)      Koto
4)      piliang
Penghulu dalam adat minangkabau adalah pemimpin yag harus bertanggung jawab kepada masyarakat (anak kemanakan yang dipimpinnya).
Pada pribadi seoarang penghulu melekat lima macam fungsi kepemimpinannya yaitu :
1)      Sebagai anggota yang dituakan.
2)      Sebagai seorang bapak dalam keluarganya sendiri.
3)      Sebagai seorang pemimpin (mamak) dalam kaumnya.
4)      Sebagai seorang sumando diatas rumah istrinya.
5)      Sebagai seorang niniak mamak dalam nagarinya.
Kepengurusan masyarakat adat yang diperankan oleh kelompok hukum ibu seperti di minangkabau ini terdapat pula di daerah kerinci (jambi), semendo sumatera selatan dan beberapa kelompok kecil masyarakat adat di pulau timor, walaupun disana sini terdapat perbedaan dalam kewarisan dan lainnya.

2.      Fungsi dan peranan penghulu dalam kepemimpinan di Minangkabau.
Jika dilihat dari artinya, kata penghulu berasal dari kata “Hulu” yang artinya pangkal. Dari penjelasan diatas  sudah jelas bagi kita semua bahwa penghulu berarti kepala kaum. Semua penghulu bergelar datuk. Datuk artinya  orang berilmu (datu-datu) yang dituakan. Kedudukan penghulu dalam nagari tidak sama atau kedudukan penghulu bertingkat-tingkat seperti di keselarasan Koto-Piliang dan ada juga kedudukan penghulu yang sama seperti keselarasan bodi-caniago. Dalam pepatah adat disebutkan :
                        “Luhak-bapanghulu”
                        “Rantau-barajo”
Hal ini berarti bahwa penguasa tertinggi pengaturan masyarakat adat didaerah luhak nan tigo, berada ditangan para penghulu. Jadi penghulu memegang peranan utama dalam kehidupan masyarakat adat. Peranan penghulu sebagai berikut :
1)      Sebagai pemimpin yang diangkat bersama oleh kaumnya sesuai rumusan adat: “jadi penghulu sakato kaum,
 Jadi rajo sakato alam”
2)      Sebagai pelindung bagi semua kaumnya.
3)      Sebagai hakim yang memutuskan semua masalah dan silang sengketa dalam kaum, (Amir, 1980:34)
Karena penghulu adalah seorang pemimpin di dalam kaumnya maka sebagai seorang penghulu tersebut harus memiliki sifat-sifat penghulu. Sifat-sifat penghulu itu ada empat macam yaitu :
1)      Saddiq artinya penghulu itu bersifat benar.
2)      Amanah artinya penghulu dipercayai lahir batin.
3)      Fathanah artinya penghulu itu cerdas (cadiak)
4)      Tablig artinya penghulu itu menyampaikan.
Di luhak nan tigo, penghulu itulah yag melaksanakan pemerintahan, menyelesaikan pertikaian. Penghulu dalam hal ini di ibaratkan :
Kayu Gadang ditangah Padang
Tampek Balinduang Kapanehan
Tampek Balindug Kaujanan
Ureknyo Tampek Baselo
Batangnyo Tampek Basanda
Pai Tampek Batanyo
Pulang Tampek Bababrito
Dilihat dari pepatah diatas, dapat dijelaskan bahwa Fungsi dari Penghulu itu ada dua yaitu :
1)      Memerintah dan membimbing anak kemanakan ( Fungsi Kepamongan)
2)      Menyelesaikan perselisihan dalam Kaumnya (fungsi Hakim)
Tapi dalam nagari, penghulu ini dapat dikatakan sebagai dewan nagari dan dewan hakim dalam nagari.
Melihat hal-hal diatas, sudah jelas bagi kita bahwa peran dan fungsi penghulu ini sangat besar sekali dalam kepemimpinan di dalam kerapata adat minangkabau. Oleh sebab itu yang menjadi seoarang penghulu tersebut adalah bukan orang sembarangan. Untuk menjadi seorang penghulu harus memenuhi beberapa syarat yakni :
1)      Baliq berakal.
2)      Berbudi baik.
3)      Beragama islam.
4)      Dipilih oleh ahli waris menurut tali ibu (tali darah menurut adat sepakat ahli waris), nan salingkuang cupak adat, nan sapayuang sapak tagak.
5)      Mewarisi gelar sako, dan mempunyai harta pusaka.
6)      Sanggup mengisi adat manuang limbago menurut adat nagari setempat, badiri penghulu sepakat waris, badiri adat sapakat nagari.
7)      Pancasilais sejati.
Dan ada juga ditambah syarat-syarat ini menurut adat senagari-nagari yang dibuat dengan kata mufakat. Menurut adat nan teradatkan di nagari setempat, (Hakimy, 1986:81).


BAB IV
HASIL PENELITIAN
            Adat diisi Lembago pun dituang, hal ini sangat sesuai dengan apa yang telah tertera dalam dasar konstitusional kita yang menyatakan bahwa negara kita adalah negara hukum. Hal ini juga di dukung dengan program pemerintah kembali ka nagari yang bertujuan mengembalikan fungsi dari hukum adat itu sendiri.
Dalam kerapatan adat minang kabau yang lebih spesifiknya di Nagari Talu Kecamatan Talamau Kabupaten Pasaman Barat, menganut keselarasan Koto Piliang, dimana sistem pemerintahannya bersifat Otokrasi atau berjajang naik bertangga turun. Dalam kepemimpinan penghulu didaerah ini bergelar Datuak sati yang artinya Datuk yang sakti. Tapi ini merupakan Gelar adat saja yang diberikan kepada orang yang menjabat sebagai penghulu atau bisa disebut sebagai penghargaan.
Dalam pemilihan penghulu didaerah ini dilakukan secara musyawarah dengan cara :
1.      Diangkat oleh Kaumnya sendiri.
2.      Dilewakan
3.      Diketahui pucuak adat.
Untuk menjadi seorang penghulu merupakan suatu tanggung jawab yang sangat besar dimana penghulu ini adalah seorng pemimpin kaum dan merupakan orang yang dihormati dan dipercayai didalam kaumnya untuk memimpin kaumnya. Oleh sebab itu, untuk menjadi seorang penghulu ada beberapa kriteria yang harus di penuhi.
Syarat penghulu itu terdiri dari :
1.      Tahu akan adat istiadat.
2.      Tahu akan agama
3.      Harus berasal dari suku tersebut.
Dari syarat ketiga diatas merupakan syarat pokok yang harus dipenuhi oleh seorang calon penghulu yang akan menjadi penghulu. Syarat diatas sangat jelas kepada kita bahwa Jabatan penghulu adalah tidak termasuk dalam jabatan strukturil dari pemerintah yang mempunyai syarat yang sangat banyak dan memperhitungkan tingkatan pendidikannya. Gelar penghulu adalah jabatan adat yang diberikan kepada pemimpin sebuah kaum.
Dalam menjalankan fungsinya sehari-hari, penghulu didaerah ini mempunyai fungsi dan peran yang terdiri dari :
1.      Mengatur kemanakan dan cucu.
2.      Mengatur harta pusaka.
3.      Menyelesaikan perkara adat dalam kaumnya, contohnya : perkara tanah.
4.      Mempertahankan adat istiadat.
5.      Minta izin pernikahan.
Dari kelima fungsi dan peranan diatas juga terlihat kepada kita bahwa urusan dari pemerintah sendiri tidak ada. Tetapi kalau ditelusuri lebih lanjut, penghulu sebenarnya mempunyai fungsi dan koordinasi dengan pemerintah sendiri, misalnya dalam menyelesaikan masalah tentang tanah atau mengetahui keberadaan penduduk atau jumlah anggota kaumnya. Tetapi fungsi itu hanya sebatas membantu pemerintah dalam menjalankan fungsi pemerintahan nagari. Jika dilihat dalam pemerintahan nagari Talu kecamatan Talamau kabupaten Pasaman Barat, Penghulu sendiri berada dalam lembaga KAN atau dalam lembaga dalam nagari ( Kerapatan Adat Nagari).
Dalam menjalankan kepemimpinannya sehari-hari, penghulu juga dapat diberhentikan oleh Kaumnya apabila :
1.      Meninggal dunia.
2.      Tidak mampu lagi menjalankan fungsi penghulu.
3.      Melanggar adat.
4.      Babuek serong.
Jika kedua hal diatas dilakukan, maka penghulu tersebut dapat di berhentikan dan dipilih penghulu baru dengan cara seperti yang telah dijelaskan diatas.












BAB V
 KESIMPULAN
Jika dilihat dari artinya, kata penghulu berasal dari kata “Hulu” yang artinya pangkal. Dari penjelasan diatas  sudah jelas bagi kita semua bahwa penghulu berarti kepala kaum. Semua penghulu bergelar datuk. Datuk artinya  orang berilmu (datu-datu) yang dituakan. Kedudukan penghulu dalam nagari tidak sama atau kedudukan penghulu bertingkat-tingkat seperti di keselarasan Koto-Piliang dan ada juga kedudukan penghulu yang sama seperti keselarasan bodi-caniago. Gelar penghulu merupakan gelar adat atau sako yang diturunkan secara turun temurun dimana Sako adalah gelar pusaka tinggi yang diterima secara turun temurun dalam suatu kaum yang sifatnya bertali darah menurut garis ibu. Dari pengertian itu sendiri sudah jelas kepada kita semua bahwa penghulu adalah bukan jabatan strukturil dalam pemerintah. Tetapi jika dilihat dan ditelusuri lebih dalam lagi sebenarnya penghulu mempunyai fungsi dan koordinasi dengan pemerintah sendiri, misalnya dalam menyelesaikan masalah tentang tanah atau mengetahui keberadaan penduduk atau jumlah anggota kaumnya.
Dari hasil penelitian mengenai fungsi dan peranan penghulu sendiri jika dikaitkan pada tinjauan pustaka, fungsi dan peran penghulu tidak jauh beda, dalam arti bisa dikatakan bahwa fungsi dan peran penghulu itu sendiri hampir sama.






Daftar Pusataka.
Datuak Rajo Penghulu. M.S. 1991. Bahasa Orang Cerdik Pandai Minangkabau. Koperasi
            Bung Hatta Offset. Padang.
Hadikusuma Hilman,1992. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Penerbit Mandar Maju.
            Bandung.
Syarifuddin, Amir, 1984. Pelaksanaan Hukum Kewarisan Isalam Dalam Lingkungan Adat
            Minangkabau. Lestari, Bukit Tinggi.


[1] Hadikusuma Hilman,1992. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Penerbit Mandar Maju. Bandung. Hal. 108

Tidak ada komentar:

Posting Komentar